Senin, 26 September 2016

Patofisiologi gangguan sistem muskulo akibat infeksi, degenaratif, trauma dan metabolik

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Konsep gerak tidak hanya diartikan sebagai perpindahan tempat saja akan tetapi gerakan dari bagian-bagian tubuh disebut juga sebagai suatu gerakan. Contohnya, pada saat kita menulis, kita tidak berpindah tempat hanya tangan kita saja yang bergerak. Pada saat kita menulis, kita dikatakan juga sedang bergerak.
Manusia bergerak berpindah tempat atau hanya menggerakkan bagian tubuhnya saja sesuai dengan keinginananya. Gerakan tubuh manusia terjadi karena adanya kerjasama antar tulang dan otot. Tulang tidak mempunyai kemampuan untuk menggerakkan dirinya, oleh karena itu tulang disebut sebagai alat gerak pasif. Sedangkan otot mempunyai kemampuan untuk berkontraksi dan berelaksasi sehingga dapat menggerakkan tulang, oleh karena itu otot disebut sebagai alat gerak pasif.
Sistem muskuloskeletal merupakan sistem tubuh yang terdiri dari otot (muskulo) dan tulang-tulang yang membentuk rangka (skelet). Otot adalah jaringan tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energi kimia menjadi energi mekanik (gerak). Sedangkan rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang – tulang yang memungkinkan tubuh mempertahankan bentuk, sikap dan posisi. Sistem muskuloskeletal memberi bentuk bagi tubuh. Sistem muskuloskeletal melindungi organ-organ penting, misalnya otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang dibentuk oleh tulang-tulang kostae (iga).
Selanjutnya dalam makalah ini akan dibahas secara lebih rinci mengenai patofisiologi gangguan sistem muskuloskeletal akibat infeksi, degeneratif, trauma dan gangguan metabolik.



B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Patofisiologi Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Infeksi ?
2.      Bagaimana Patofisiologi Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Degeneratif ?
3.      Bagaimana Patofisiologi Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat  Gangguan Metabolik ?
4.      Bagaimana Patofisiologi Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Trauma ?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk Mengetahui Patofisiologi Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Infeksi.
2.      Untuk Mengetahui Patofisiologi Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Degeneratif.
3.      Untuk Mengetahui Patofisiologi Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Gangguan Metabolik.
4.      Untuk Mengetahui Patofisiologi Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Trauma .












BAB II
PEMBAHASAN
A.    Patofisiologi Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Infeksi (Osteomielitis)
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati) (Kholid Rosyidi: 2013).
Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya sering dujumpai pada osteomielitis meliputi Proteus, Pseudomonas dan Ecerichia coli. Pada hakekatnya, osteomielitis dapat terjadi karena infeksi yaitu masuknya kuman patogen kedalam tulang bisa juga masuk melalui penyebaran oleh darah. Infeksi pertama dimulai pada methapisi ( bagian tulang  di sebelah lempengan tulang rawan epifisis ).  Penyebarannya dapat disepanjang cavum medularis dan melalui korteks untuk menimbulkan suatu abses subperiosorum. Akibatnya infeksi tersebut dapat menimbulkan inflamasi jaringan dan peningkatan vaskularisasi sehingga terbentuk edema menyebabkan kematian jaringan tulang dan menimbulkan abses pada tulang. Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan, namun yang lebih jarang harus dilakukan insisi dan drainase oleh para ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk jaringan mati namun seperti pada rongga abses pada umumnya, jaringan tulang hati ( sequestrum ), tidak mudah mencair dan mengalir keluar, yang terjadi pada jaringan lunak, terjadi pertumbuhan tulang baru. Patofisiologi meliputi sebagai berikut :
1.      Osteomilitis hematogen akut.
§  Kuman masuk ke dalam melium menyebar ke seluruh tulang.
§  Kuman menuju korteks menembus lapisan korteks timbul abses supreteal keluar melalui ulkus menoris lalu meluas keseluruh bagian dan bisa menjadi petrel permukaan kulit.
§  Kuman masuk ke arah sendi sehingga terjadi arthtritis septik (Kholid Rosyidi: 2013).
2.      Osteomilitis Kronik
Selanjutnya tergantung pada askemi yang terjadi pada masa akut, bila peredaran darah berkurang masa osteobala akan meletakkan osteod sehingga peredaran darah tidak terjadi dan tulang mati mengandung kuman sekuesterum yang akan dibungkus oleh involokrom yang ditembus oleh saluran untuk keluarnya pus, daerah terselubung ini dapat menjadi tenang tetapi sewaktu dapat aktif lagi (Kholid Rosyidi: 2013).
PATHWAY OSTEOMILITIS
Picture1.png
B.     Patofisiologi Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Degenaratif (Osteoarttritis)
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang, dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut. 
Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus. (Soeparman ,1995)




PATHWAY OSTEOARTHRITIS

C.    Patofisiologi Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Metabolik (Osteomalasia)
Osteomalasia adalah penyakit metabolisme tulang yang dikarakteristikkan oleh kurangnya mineral dari tulang (menyerupai penyakit yang menyerang anak-anak yang disebut rickets) pada orang dewasa, osteomalasia berlangsung kronis dan terjadi deformitas skeletal, terjadi tidak separah dengan yang menyerang anak-anak karena pada orang dewasa pertumbuhan tulang sudah lengkap (komplit).
Ada berbagai kasus osteomalasia yang terjadi akibat gangguan umum metabolisme mineral. Faktor risiko terjadinya osteomalasia meliputi kekurangan dalam diet, malabsorpsi, gasterktomi, gagal ginjal kronik, terapi antikonvulsan berkepentingan dan kekurangan vitamin D.
Tipe malnutrisi ( kekurangan vitamin D) sering berhubungan dengan kalsium yang jelek terutama akibat kemiskinan, tetapi memakan makanan dan kurangnya pengetahuan mengenai nutrisi juga merupakan salah satu faktor. Paling sering terjadi dibagian dimana vitamin D tidak ditambahkan dalam makanan dan dimana terjadi kekurangan dalam diet dan jauh dari sinar matahari.
Osteomalasia dapat terjadi sebagai akibat kegagalan absorpsi kalsium atau kehilangan kalsium yang berlebihan dari tubuh. Kelainan GI dimana absorpsi lemak tidak memadai sering menimbulkan osteomalasia melalui kehilangan vitamin D dan kalsium, kalsium diekskresikan melalui feces dalam kombinasi dengan asam lemak.




PATHWAY OSTEOMALASIA
D.    Patofisiologi Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Trauma ( Fraktur)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik yang ditentukan jenid dan luasnya trauma. (Lukman, Nurma Ningsih. 2012).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat di serap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang di tandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.
Proses penyembuhan tulang
Tulang bisa bergenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang yaitu :
1.      Stadium satu – pembentukan hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24-48 jam dan perdarahan berhenti sma sekali.
2.      Stadium dua – proliferasi seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum, endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadilah proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3.      Stadium tiga – pembentukan kalus
Sel-sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang imatur dan kartilago, membentuk kalus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur anyaman tulang menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4.      Stadium empat – konsolidasi
Bila aktivitas osteoklas dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan mungkin osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoklas mengisi celah-celah yang tersisa di antara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5.      Stadium lima – Remodelling
Fraktur telah di jembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini di bentuk tulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus menerus. Lamellae yang lebih tebal di letakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak di kehendaki di buang, rongga sumsum di bentuk dan akhirnya di bentuk struktur yang mirip dengan normalnya.





PATHWAY FRAKTUR












BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum.
Osteoarthritis adalah salah satu jenis arthritis yang paling umum terjadi. Kondisi ini menyebabkan sendi-sendi terasa sakit dan kaku. Pembengkakan juga dapat terjadi pada sendi-sendi tersebut. Sendi yang paling sering mengalami kerusakan pada kondisi ini meliputi tangan, lutut, pinggul, dan tulang punggung. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa sendi-sendi yang lain juga bisa terserang.
Osteomalasia adalah penyakit metabolisme tulang yang dikarakteristikkan oleh kurangnya mineral dari tulang (menyerupai penyakit yang menyerang anak-anak yang disebut rickets) pada orang dewasa, osteomalasia berlangsung kronis dan terjadi deformitas skeletal, terjadi tidak separah dengan yang menyerang anak-anak karena pada orang dewasa pertumbuhan tulang sudah lengkap (komplit).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik yang ditentukan jenid dan luasnya trauma.
B.     Saran
Makalah sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sebagai kelompok mengharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing dan teman – teman sesama mahasiswa. Selain itu penyakit ini sangat berbahaya dan kita sebagai host harus bisa menerapkan pola hidup sehat agar kesehatan kita tetap terjaga.


DAFTAR PUSTAKA
Rosyidi Kholid. 2013. MUSKULOSKELETAL. Jakarta : CV. TRANS INFO MEDIA
Lukman, Ningsih Nurma. 2012. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL. Jakarta : Salemba Medika
Nasar Made, Himawan Sutisna. 2010. BUKU AJAR PATOLOGI II (KHUSUS) Edisi Ke-1. Jakarta : CV Sagung Seto
Smeltzer Suzanne, C (1997). Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Vol 3. Jakarta. EGC
Mansjoer, Arif, et. al. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius.
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar