Kamis, 12 November 2015

ASUHAN KEPERAWATAN TUBERCULOSIS



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja. Tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin atau kaya, dan dimana saja. Setiap tahunnya, kasus TBC di Indonesia bertambah 25% dan sekitar 140.000 terjadi kematian. Bahkan, Imdonesia adalah Negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia. (Sandina, 2011)
Survey prevalensi TBC yang dilakukan di enam provinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2- 0,65. Sedangkan menurut laporan penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus(256/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru. (Sandina, 2011)
Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri mikrobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batag Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ini ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882. Untuk mengenang jasa Koch, bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kerap juga disebut sebagai Koch Pulmonum (KP). (Sandina, 2011)





B.     RUMUSAN MASALAH
a.       Apa Defenisi Tuberculosis?
b.      Apa Etiologi Tuberculosis?
c.       Bagaimana Epidemiologi Tuberculosis?
d.      Bagaimana Patofisiologi Tuberculosis?
e.       Apa Manifestasi Tuberculosis?
f.       Bagaimana Diagnosis Tuberculosis?
g.      Apa Komplikasi Tuberculosis?
h.      Bagaimana Penatalaksanaan Tuberculosis?
i.        Apa Pemeriksaan Penunjang Tuberculosis?
j.        Bagaimana Prognosis Tuberculosis?
k.      Bagaimana Pencegahan Tuberculosis?

C.     TUJUAN PENULISAN
a.       Untuk mengetahui Defenisi Tuberculosis?
b.      Untuk mengetahui Etiologi Tuberculosis?
c.       Untuk mengetahui Epidemiologi Tuberculosis?
d.      Untuk mengetahui Patofisiologi Tuberculosis?
e.       Untuk mengetahui Manifestasi Tuberculosis?
f.       Untuk mengetahui Diagnosis Tuberculosis?
g.      Untuk mengetahui Komplikasi Tuberculosis?
h.      Untuk mengetahui Penatalaksanaan Tuberculosis?
i.        Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang Tuberculosis?
j.        Untuk mengetahui Prognosis Tuberculosis?
k.      Untuk mengetahui Pencegahan Tuberculosis?




BAB II
PEMBAHASAN
A.    DEFENISI TUBERCULOSIS (TBC)
Tuberculosis paru-paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri tersebut. Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Tuberculosis pada manusia ditemukan dalam 2 bentuk yaitu :
a.    Tuberculosis primer, jika terjadi pada infeksi yang pertama kali;
b.    Tuberculosis sekunder, kuman yang dorman pada tuberculosis primer akan aktif setelah bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen imunitas, misalnya karena malnutrisi, penggunaan alcohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, dan gagal ginjal.  (Somantri, 2012)
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disesbabkan basil Mycobacterium tuberculosis, atau basil tuberkel, yang tahan asam. Bila seseorang yang belum pernah terpapar pada TB, menghirup cukup banyak basil tuberkel ke dalam alveoli, maka terjadilah infeksi tuberculosis. Reaksi tubuh terhadap basil tuberkel tergantung pada kerentanan orang tersebut, besarnya dosis yang masuk, dan virulensi organisme. Peradangan terjadi di dalam alveoli(parenkim) paru, dan pertahanan tubuh alami berusaha melawan infeksi itu. Makrofag menangkap organisme itu, lalu dibawa ke sel T. Proses radang dan reaksi sel menghasilkan sebuah nodul pucat kecil yang disebut tuberkel primer. Di bagian tengah nodul terdapat basil tuberkel. Bagian luarnya mengalami fibrosis, bagian tengahnya kekurangan makanan, mengalami nekrosis. Proses terakhir ini dikenal sebagai perkijuan. Bagian nekrotik tengah ini dapat mengapur (kalsifikasi), atau mencair. Materi cair ini dapat di batukkan keluar, meninggalkan rongga(kaverne) dalam parenkim paru(tampak pada foto toraks). Bila pada foto toraks hanya tampak nodul yang telah mengalami perkapuran, maka nodul ini dikenal sebagai tuberkel Ghon. Adanya tuberkel Ghon di sertai pembesaran kelenjar limfe di hilus paru bersama-sama di sebut sebagai kompleks primer. (Tambayong, 2000).
Orang dengan kompleks primer telah dibuat peka tehadap basil tuberkel. Bila orang ini diberi tes tuberculin, akan member reaksi positif. Tes tuberculin positif tidak berarti bahwa yang bersangkutan telah mengidap TB orang dengan tes tuberculin positif dan minum INH(isoniazid) secara profilaktik untuk 3-6 bulan, akan member tes negative. Perlindungan ini dikatakan untuk seumur hidup. Berbeda dengan penyakit infeksi lain, pasien yang pernah terinfeksi TB akan memilikinya seumur hidup, kecuali pernah mendapat pengobatan profilaksis dengan INH. Basil tuberkel ini menetap dalam paru dalam keadaan terbungkus; dikatakan dalam keadaan tenang. Bila seseorang menghadapi stress fisik atau emosi, basil ini dapat menjadi aktif kembali dan berkembang biak. Jika pertahanan tubuh rendah, maka timbul TB aktif. Bila TB timbul beberapa tahun setelah infeksi primer, dikenal sebagai TB reaktivasi. (Tambayong, 2000).
Klasifikasi tuberculosis  dari system lama:
1.      Pembagian secara patologis
a.       Tuberculosis (childhood tuberculosis)
b.      Tuberculosis post-primer (adult tuberculosis)
2.      Pembagian secara aktivitas radiologis Tuberculosis paru (Koch pulmonum) aktif, non-aktif dan quiescent (bentuk aktif yang menyembuh)
3.      Pembagian secara radiologis (luas lesi)
a.       Tuberculosis minimal
b.      Moderately advanced tuberculosis
c.       Far advanced tuberculosis
Klasifikasi menurut American thoracic society:
1.      Kategori 0: tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, test tuberculin negative
2.      Kategori 1: terpajan tuberculosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Riwayat kntak positif, test tuberculin negative
3.      Kategori 2: terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit. Test tuberculin positif, radiologis dan sputum negative
4.      Kategori 3: terinfeksi tuberculosis dan sakit
Klasifikasi di Indonesia dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan makro biologis:
1.      Tuberculosis paru
2.      Bekas tuberculosis paru
3.      Tuberculosis paru tersangka, yang terbagi dalam:
a.       TB tersangka yang diobati: sputum BTA(-). Tetapi tanda-tanda lain positif
b.      TB tersangka yang tidak diobati: sputub BTA negative dan tanda=tanda lain juga meragukan
Klasifikasi menurut WHO 1991 TB dibagi dalam 4 kategori yaitu:
1.      Kategori 1, ditujukan terhadap:
a.       Kasus baru dengan sputum positif
b.      Kasus baru dengan bentuk TB berat
2.      Kategori 2, Dituukan terhadap:
a.       Kasus kambuh
b.      Kasus gagal dengan sputum BTA positif
3.      Kategori 3, ditujukan terhadap:
a.       Kategori BTA negative dengan kelainan paru yang luas
b.      Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori
4.      Kategori 4, ditujuakn terhadap TB kronik. (buku nanda nic no)
B.     ETIOLOGI TUBERCULOSIS (TBC)
Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar komponen M. Tuberculosis adalah berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap zat kimia dan factor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberculosis. (Somantri, 2012)
Mycobacterium tuberculosis tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari dan sinar ultraviolet. Ada dua macam Mycobacterium tuberculosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberculosis usus basil tipe human biasa berada di bercak ludah (droplet) dan di udara yang berasal dari penderita TBC, dan orang yang terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya.
Setelah organisme terinhalasi, dan masuk ke paru-paru bakteri dapat bertahan hidup dan menyebar kenodus limfatikus local. Penyebaran melalui aliran darah ini dapat menyebabkan TB pada organ lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai bertahun-tahun. Dalam perjalanan penyakitnya terdapat 4 fase:
1.      Fase 1 ( fase tuberculosis primer)
Masuk kedalam paru dan berkembang biak tanpa menimbulkan reaksi pertahanan tubuh.
2.      Fase 2
3.      Fase 3 (fase laten): fase dengan kuman yang tidur (bertahun-tahun/seumur hidup) dan reaktifitas jika terjadi perubahan keseimbangan daya tahan tubuh, dan bias terdapat tulang panjang, vertebra, tuba fallopi, otak, kelenjar limf hilus, leher dan ginjal
4.      Fase 4: dapat sembuh tanpa cacat atau sebaliknya, juga dapat menyebar ke organ yang lain dan yang kedua ke ginjal setelah paru. (nanda nic noc)

C.     EPIDEMIOLOGI TUBERCULOSIS (TBC)
a.      Epidemiologi Global
Angka dan insidensi kasus dan mortalitas TB menurun drastis sejak terdapat kemoterapi. Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan maret 1993 WHO mendeklerasikan TB sebagai global health emergency. TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk Indonesia terinfeksi oleh microbacterium TB. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat di seluruh dunia.
Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) berada pada usia produktif yaitu 20-49 Tahun. Karena penduduk yang padat dan tingginya prevelensi maka lebih dari 65% dari kasus-kasus TB yang baru dan kematian yang baru yang muncul terjadi di Asia.
Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara lain disebabkan:
1.      Kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada negara-negara yang sedang berkembang tapi juga pada penduduk perkotaan tertentu di negara maju.
2.      Adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan perubahan dari struktur usia manusia yang hidup.
3.      Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok yang rentan terutama di negeri-negeri miskin.
4.      Tidak memadainya pendidikan mengenai TB di antara para dokter
5.      Terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostic, dan pengawasan kasus TB dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat
6.      Adanya epidemic HIV terutama di Afrika dan Asia. (buku ajar ilmu penyakit dalam)


b.      Epidemiologi TB di Indonesia
Indonesia adalah negeri dengan prevelensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India. Pada tahun 1998 diperkirakan TB di China, India, dan Indonesia berturut-turut 1.828.000, 1.414.000, dan 591.000 kasus. Perkiraan terjadi BTA di sputum yang postif di Indonesia adalah 266.000 tahun 1998. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga 1985 dan survey kesehatan nasional 2001, TB menempati rangking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Prevelensi nomor terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. Sampai sekarang angka kejadian TB di Indonesia relative terlepas dari angka pandemic infeksi HIV karena masih relative rendahnya infeksi HIV, tapi hal ini mungkin akan berubah dimasa dating melihat semakin meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ketahun.(buku ajar ilmu penyakit dalam)
D.    PATOFISIOLOGI TUBERCULOSIS (TBC)
Infeksi di awali karena seseoang menghirup basil  M. Tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan M. Tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru-paru(lobus atas). Basil juga menyebar melalui system limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru-paru(lobus atas). Selanjutnya, system kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis(menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri. (Somantri, 2008)
Interaksi antara M. Tuberculosis dan system kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang di sebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjtnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif. (Somantri, 2008)
Setelah infeksi awal, jika respon system imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronchus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit(membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblast akan menimbulkan respon berbeda, kemudian pada akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel. (Somantri, 2008)
E.     MANIFESTASI KLINIS TUBERCULOSIS (TBC)
Manifestasi klinik akibat TB adalah demam 40-41oc,  ada batuk dan batuk darah. Serta batuk produktif (lebih dari 3 minggu), Hemoptisis, Sesak napas dan nyeri dada, Malaiase, keringat malam, Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada, Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit, kelemahan, serta hilangnya nafsu makan.
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk dilakukan diagnosis.
a.       Gejala sistemik/umum
o   Demam tidak terlalu tinggi yang berlamgsung lama. Biasanya dirasakan pada malam hari disertai keringat. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
o   Penurunan nafsu makan dan berat badan.
o   Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu(dapat disertai dengan darah).
o   Perasaan tidak enak(malaise), lemah.
b.      Gejala khusus
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena.
o   Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus, yakni saluran yang menuju paru-paru, maka akan menimbulkan suara “mengi”, suara napas melemah yang disertai sesak.
o   Bila ada cairan dirongga pleura(pembungkus paru-paru), maka penderita akan mengalami keluhan sakit dada.
o   Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit diatasnya. Pada muara ini akan keluar cairan nanah.[1]
F.      DIAGNOSIS TUBERCULOSIS (TBC)
Dari uraian-uraian sebelumnya tuberculosis paru cukup mudah dikenal mulai dari keluhan-keluhan klinis, gejala-gejala, kelainan fisis, kelainan radiologis sampai dengan kelainan bakterriologis. Tetapi dalam prakteknya tidaklah selalu mudah menegakkan diagnosisnya. Menurut American Thoracic Society dan WHO 1964 diagnosis pasti tuberculosis paru adalah dengan menemukan kuman Mycobacterium tuberculosae  dalam sputum atau jaringan paru secara biakan. Tidak semua pasien memberikan sediaan atau biakan sputum yang positif karena kelainan paru yang belum berhubungan dengan bronkus atau pasien tidak bisa membatukkan sputumnya dengan baik. Kelainan baru jelas setelah penyakit berlanjut sekali.
Di Indonesia agak sulit menerapkan diagnosis di atas karena fasilitas laboratorium yang sangat terbatas untuk pemeriksaan biakan. Sebenarnya dengan menemukan kuma BTA dalam sediaan sputum secara mikroskopi biasa, sudah cukup untuk memastikan diagnosis tuberculosis paru karena kekerapan Mycobacterium atypic  di Indonesia sangat rendah. Sungguhpun begitu hanya 30-7-% saja dari seluruh kasus tuberculosis paru yang dapat didiagnosis secara bakteriologis.
Diagnosis tuberculosis paru masih banyak di tegakkan berdasarkan kelainan klinis dan radiologis saja. Kesalahan diagnosis dengan cara ini cukup banyak sehingga memberikan efek terhadap pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan. Oleh sebab itu dalam diagnosis tuberculosis paru sebaiknya dicantumkan status klinis, status bakteriologis, status radiologis dan status kemoterapi. WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien tuberculosis paru.
·         Pasien dengan sputum BTA positif : 1. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopi ditemukan BTA, sekurang-kurangnya pada 2x pemeriksaan, atau 2. Satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan gambaran TB aktif, atau 3. Satu sediaan sputumnya positif di sertai biakan yang positif.
·         Pasien dengan sputum BTA negative : 1. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopi tidak ditemukan BTA sedikitnya pada 2x pemeriksaan tetapi gambaran radiologis sesuai dengan TB aktif atau 2. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopi tidak di temukan BTA sama sekali, tetapi pada biakannya positif.
Di samping TB paru terdapat juga TB ekstra paru, yakni pasien dengan kelainan histologis atau /dengan gambaran klinis sesuai dengan TB aktif atau pasien dengan satu sediaan dari organ ekstra parunya menunjukkan hasil bakteri M. tuberculosae.
Di luar pembagian tersebut di atas pasien digolongkan lagi berdasarkan riwayat penyakitnya, yakni :
·         Kasus baru, yakni pasien yang tidak mendapat obat anti TB lebih dari 1 bulan.
·         Kasus kambuh, yakni pasien yang pernah dinyatakan sembuh dari TB, tetapi kemudian timbul lagi TB aktifnya.
·         Kasus gagal (smear positive failure), yakni :
-          Pasien yang sputum BTA-nya tetap positif setelah mendapat obat anti TB lebih dari 5 bulan, atau
-          Pasien yang menghentikan pengobatannya setelah mendapat obat anti TB 1-5 bulan dan sputum BTA-nya masih positif.
·         Kasus kronik, yakni pasien yang sputum BTA-nya tetap positif setelah mendapat pengobatan ulang(retreatment) lengkap yang disupervisi dengan baik.
Hal lain yang agak jarang ditemukan adalah cryptic tuberculosis. Di sini pemeriksaan radiologis dan laboratorium/sputum menunjukkan hasil negative dan kelainan klinisnya sangat minimal (biasanya demam saja dan dianggap sebagai fever of unknown origin). Diagnosis diberikan berdasarkan percobaan terapi dengan obat anti tuberculosis seperti INH+Etambutol selama 2 minggu. Bila keluhan membaik terapi dengan obat anti tuberculosis diteruskan sebagaimana mestinya. Bila tidak ada perbaikan maka obat-obat diatas dihentikan.(buku ajar pnkit dalam)


G.    KOMPLIKASI TUBERCULOSIS (TBC)
1.      Umum
a.       Malaiase
b.      Demam dan penurunan berat badan
c.       Keringat malam
2.      TB Neurologis:
a.       Meningitis
b.      Abses serebral
c.       Lesi saraf
3.      TB Jantung
a.       TB pericardial
b.      Klasifikasi dan tamponade
4.      TB Spinal
a.       Kolaps vertebra
b.      Paralisis
5.      TB Kulit
a.       Lupus vulgaris
6.      TB kelenjar getah bening
a.       Pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri
7.      TB Respirasi
a.       Dispnea
b.      Batuk/sputum
c.       Hemoptisis
d.      Ronki
8.      TB Ginjal
a.       Hematuria
b.      Pluria steril
c.       Gagal ginjal kronik



H.    PENATALAKSANAAN TUBERCULOSIS (TBC)
Pentalaksanaan yang diberikan bisa berupa metode preventif dan kuratif yang meliputi cara-cara seperti berikut ini
1.      Pencegahan
2.      Penyuluhan
3.      Pemberian obat-obatan seperti
a.       OAT (Obat Anti-Tuberkulosis)
b.      Bronkodilator
c.       OBH; dan
d.      Vitamin
4.      Fisioterapi dan rehabilitasi
5.      Konsultasi secara teratur
Obat-obat Anti-Tuberkulosis
a.       Isoniazid(INH/H)
Dosis: 5mg/kgBB, per oral
Efek samping: peripheral neuritis, hepatitis, dan hipersensitivitas
b.      Ethambutol hydrochloride (EMB/E)
Dengan dosis sebagai berikut:
·         Dewasa: 15 mg/kgBB per oral, untuk pengobatan ulang mulai dengan 25 mg/kgBB/hari selama 60 hari, kemudian diturunkan sampai 15 mg/kgBB/hari
·         Anak (6-12 tahun): 10-15 mg/BB/hari
Efek samping: optic neuritis (efek terburuk adalah kebutaan) dan skin rash
c.       Rimfampin/rimfapisin (RFP/R)
Dosis: 10 mg/kgBB/hari per oral
Efek samping: hepatitis, reaksi demam, purpura, nausea, dan vomiting
d.      Pyrazinamide (PZA/Z)
Dosis: 15-30 mg/kgBB per oral
Efek samping: hiperurisemia, hepatotoxicity, skin rash, artralgia, distress gastrointestinal.
Dengan ditemukannya Rimfapisin paduan obat yang diberikan untuk klien tuberculosis adalah INH + Rimfapisin + Streptomisin atau Etambutol setiap hari (fase awal) dan diteruskan pada fase lanjut dengan INH + Rimfapisin atau Etambutol.
Paduan ini selanjutnya berkembang menjadi terapi jangka pendek, dengan memberikan INH + Rimfapisin + Streptomisin  atau Etambutol atau Pyrazimide setiap hari sebagai fase awal selama 1- 2 bulan dilanjutkan dengan INH + Rimfapisin atau Etambutol atau Streptomisin 2-3 kali per minggu selama 4-7 bulan sehingga lama pengobatan seluruhnya 6-9 bulan.
Panduan obat yang digunakan di Indonesia dan dianjurkan pula oleh WHO adalah 2 RHZ/4 RH dengan variasi 2 RHS/4RH, 2 RHZ/4R3H3, 2 RHS/ 4 R2H2.
Ada tiga prinsip dalam pengobatan TB yang berdasarkan pada: (1) regimen harus termasuk obat-obat multiple yang sensitive terhadap mikroorganisme, (2) obat-obatan harus diminum secara teratur, dan (3) terapi obat harus dilakukan terus-menerus dalam waktu yang cukup untuk menghasilkan terapi yang paling efektif dan paling aman dalam waktu singkat. ATS (1994)[2]
I.       PEMERIKSAAN PENUNJANG TUBERCULOSIS (TBC)
a.      Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karna hsilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberculosis baru mulai (aktif)  akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hiitung jenis pergeseran kekiri. Jumlah limfosit masih dibawah normal. laju endap darah mulai meningkat. Jika penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun kearah normal lagi.
Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan  juga : 1). Anemia ringan dengaan gambaran normokrom dan normositer;2). Gama globulin meningkat; 3). Kadar natrium darah menurun. Pemeriksaan tersebut diatas nilainya juga tidak spesifik.
Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai adalah reaksi Takahashi. Pemeriksaan ini dapaat menunjukkan proses tuberculosis masih aktif ataau tidak. Criteria positif yang dipakai di Indonesia adalah titer1/128. Pemeriksaan ini juga kurang mendapat perhatiaan karena angka-angka positif palsu dan negative palsunya maasih besar.
Belakangan ini terdapat pemeriksaan serologis yang banyak juga dipakai yakni peroksidase Anti Peroksida (PAP-TB) yang oleh beberapa peneliti mendapatkan nilai sensitivitas daan spesifitasnya cukup tinggi (85-95 %), tetapi beberapa peneliti lain meragukannya karena mendapatkan angka-angka yang lebih rendah. Sungguhpun begitu PAP-TB ini masih dapat dipakai, tetapi kurang bermanfaat bila sebagai saranaa tunggal untuk  diagnosis TB. Prinsip dasarr uji PAP-TB ini adalah menentukan adanya antibody IgG yang spesifik terhadap antigen M. Tuberculosae. Sebagai antigen dipakai polimer sitoplasma M. Tuberculin var bovis BSG yang dihancurkan secara ultrasonik dan dipisahkaan secara ultrasentrifus. Hasil uji PAP-TB dinyatakan patologis bila pada liter 1;10.000 didapatkan hasil uji PAP-TB positif. Hasil positif palsu kadang-kadang masih didapatkan pada pasien rematik,kehamilan dan masa 3 bulan revaksinasi BCG.
Uji serologis lain terhadap TB yang hamper cara dan nilainya dengan uji PAP-TB adalah uji Mycodot. Disini dipakai antigen LAM (Lipoarabbinomannan) yang dilekatkan pada suatu alaat yang berbentuk sisir plastik. Sisir ini dicelupka kedalam serum pasien. Antibody spesifik anti LAM dalam serum akan terdeteksi sebagai perubahan warna pada sisir yang intensitasnya sesuai dengan jumlah antibody.

b.      Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkolosis sudah dapat dipastikan. Di samping ini pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadaap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan dilapangan (puskesmas) . tetapi terkadang tidak mudah untuk mendaapatkan sputum terutama pasien yang tidaak batuk atau batu yang non produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum pasien dianjurkan minum air + 2 liter dan di ajarkan melalui refleks batuk. Dapat juga dengan memeberikan tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara broncos-kopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga didapatkan dengan cara bilasan  lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak- anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan di[eriksa hendaknya sesegar mungkin.
Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka keluar, sehingga sputu yang mengandung kuman BTA mudah keluar. Diperkirakan di Indonesia terdapat 50% BTA positif tetapi kuman tersebut  tidak ditemukan dalam sputum mereka.
Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok yang merupakan modifikasi gabungan cara pulasan Kinyoun dan Gabbet.
Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah :
·         Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa.
·         Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresens (pewarnaaan khusus)
·         Pemeriksaan dengan biakan (kultur)
·         Pemeriksaan terhadap resistensi obat.
Pemeriksaan dengan mikroskop fluoresens dengan sinar ultra violet walaupun sensitivitasnya tinggi sangat jarang dilakukan, karena pewarnaan yang dipakai (auramin-rho-damin) dicurigai bersifat karsinogenik.
Pada pemeriksaan dengan biakan, setelah 4-6 minggu penanaman sputum dengan medium biakan, koloni kuman tuberkolosis mulai tampak. Bila setelah 8 minggu penanaman koloni tidak juga tidak tampak, biakan dinyatakan negatif. Medium biakan yang sering dipakai yaitu Lowenstein Jensen, Kudoh atau Ogawa.
Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan sputum BTA dengan cara bactec (Bactec 400 Radiometric system), dimana kuman sudah dapat dideteksi  dalam 7-10 hari. Disamping itu dengan teknik poly-merase Chain Reaction (PCR) dapat dideteksi DNA kuman TB dalam waktu yang lebih cepat atau mendeteksi M.tuberculosae yang tidak tumbuh pada sediaan biakan. Dari hasil biakan biasanya dilakukan juga pemeriksaan terhadap resistensi obat dan identifikasi kuman.
Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikrokopis biasa tredapat kuman BTA (positif), tetapi pada biakan hasilnya negative. Ini terjadi pada fenomen dead bacilli atau non culturable bacilli yang disebabkan keampuhan panduaan obat anti tuberculosis jangka pendek yang cepat mematikan kuman BTA dalam waktu pendek.
Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sediaan biakan,  bhan-bahan selain sputum dapat juga diambil dari bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin, dan tinja.
c.       Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan, diagnosis tuberculosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya diapakai tes mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberculin P.P.D. ( purified protein Derivative) intakutan berkekuatan5 T.U. ( intermediate strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan T.U. dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U (first strength).  Kadang-kadang bila dengan T.U masih memberikan hasil negative dapat diulangi dengan 250 T.U (second strength). Bila dengan 250 T.U masih memberikan hasil negative, berarti tuberculosis dapat disingkirkan. Umumnya tes Mantouks dengan 5 T.U saja sudah cukup berarti.
Tes tuberculosis hanya menyatakan apakah seseorang sedang atau pernah mengalami infeksi M.tuberculosae, M.bovis, vaksinasi BCG dan mycobacteria patoogen lainnya. Dasar tes tuberculin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan dengan kuman patogen baik yang virulen ataupun yang tidak ( mycobacterium tuberculosae atau BCG) tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibody selular pada permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibody humoral yang dalam perannya akan menekankan antibody selular.
Bila pembentukan antibody selular cukup misalnya pada penularan dengan kuman yang sangat virulen dan jumlah kuman yang sangat  besar atau pada keadaan diman pembentukan antibody humoral amat berkurang ( pada hipogama-glubonemia), maka akan mudah terjadi penyakit sesudah penularan.
Setelah 48-72 jam tuberkuin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infitrat limfosit yaksi reaksi persenyawaan antara antibody selular dan tuberculin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibody selular dan antigen  tuberkulinn amat dipengaruhi oleh antibody humoral, makin besar pengaru antibody humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas , hasil tes Mantoux ini diabgi dalam : 1. Indurasi 0-5 mm (daimeternya) :mantoux negative = golongan non sensitivity. Disini peran antibody humoral paling menonjol; 2. Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Disini peran antibody humoral masih menonjol;   3. Indurasi 10-15 mm : mantoux positif = golongan normal sensitivity. Disini peran kedua antibody seimbang; 4. Indurasi lebih dari 15 mm : mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Disini antibody selular paling menonjol.
Biasanya hampir seluruh pasien tuberculosis memberikan reaksi mantoux  pemberian BCG atau terinfeksi dengan mycobacterium lain. Negative plsu lebih banyak ditemui dripada positif palsu.
Hal-hal yang memberikan reaksi tuberkulin berkurang (negative palsu) yakni:
·         Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberculosis
·         Anergik, penyakit sistemik berat (Sarkoidosis, LE).
·         Penyakit eksantematous dengan panas yang akut  : morbili, cacar air,        poliomielitis.
·         Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (Hodgkin)
·         Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obat imunosupresi lainnya.
·         Usia tua, malnutrisi, uremia, penyaki keganasan.
Untuk pasien dengan HIV positif, test mantoux  5 mm, dinilai positif.
J.       PROGNOSIS TUBERCULOSIS (TBC)
Prognosis umumnya baik jika infeksi terbatas di paru, kecuali jika infeksi disebabkan oleh strain resisten obat atau pasien berusia lanjut dengan debilitas atau mengalami gangguan kekebalan yang beresiko tinggi menderita tuberkulosis milier.
Menurut depkes pasien yang tidak diobati setelah 5 tahun akan :
1.       50% meninggal
2.       25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi
3.       25% menjadi kasus kronis yang tetap menular.

K.    PENCEGAHAN
1.      Tidak meludah di sembarang tempat upayakan meludah pada tempat yang tarkena sinar matahari atau ditempat khusus seperti tempat sampah.
2.      Menutup mulut pada waktu ada orang batuk ataupun bersin.
3.      Jemur tempat tidur bekas penderita secara teratur karna kuman TBC akan mati bila terkena sinar matahari.
4.      Jaga kesehatan badan supaya sistem imun senantiasa terjaga dan kuat.
5.      Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makan makanan yang sehat dan bergizi.
6.      Hindari melakukan hal-hal yang dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, seperti begadang dan kurang istirahat.
7.      Jaga jarak aman ketika berhadapan dengan penderita TBC.
8.      Olahraga teratur untuk membantu menyehatkan tubuh.
9.      Lakukan imunisasi pada bayi termasuk imunisasi untuk mencegah penyakit TBC.
10.  Penting : Edukasi pasien TB. Edukasi pada penderita dan keluarga tentang keadaan penyakit yang di derita, bahaya penularan ke anaknya.
11.  Olahraga secara teratur, makan makanan yang bergizi serta istirahat yang cukup







BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Tuberculosis paru-paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri tersebut. Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe.
Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar komponen M. Tuberculosis adalah berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap zat kimia dan factor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberculosis.
B.     SARAN
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan kepada kami. Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat mema'afkan dan memakluminya, karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari salah khilaf, Alfa dan lupa.
Wabillah Taufik Walhidayah
Wassalamu'alaikum Wr. Wb

DAFTAR PUSTAKA
Somantri Irman. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta. Penerbit Salemba Medika .hal 59-60
Mubin Halim. 2013. PANDUAN PRAKTIS ILMU PENYAKIT DALAM  Diagnosis Dan Terapi. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran
Tambayong Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran
Sandina Dewi. 2011.  9 PENYAKIT MEMATIKAN  Mengenali Tanda & Pengobatannya. Yogyakarta. Penerbit Smart Pustaka
Isselbacher, Kurt J.2014. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Sibuea, Dr. W. Herlin. Panggabean, Dr. Marulam M. Dr. S. P. Gustom. ILMU PENYAKIT DALAM . Jakarta : PT. Rineka Cipta.
A. Price, Sylvia. M. Wilson, Lorraine. 2005.  PATOFISIOLOGI.  Jakarta : Kedokteran EGC.
Warg, Jeremy P.T. dkk. At a GLANCE SISEM RESPIRASI.  Jakarta : Erlangga. 2007
Kusuma, Hardi. 2015. APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN berdasarkan DIAGNOSA MEDIS, NANDA, NIC dan NOC. Jogjakarta : Mediaction


[1] Sandina Dewi. 2011.  9 PENYAKIT MEMATIKAN  Mengenali Tanda & Pengobatannya. Yogyakarta. Penerbit Smart Pustaka
[2] A. Price, Sylvia. M. Wilson, Lorraine. 2005. Patofisiologi. Jakarta: Kedokteran EGC hal. 858