BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Konsep gerak
tidak hanya diartikan sebagai perpindahan tempat saja akan tetapi gerakan dari
bagian-bagian tubuh disebut juga sebagai suatu gerakan. Contohnya, pada saat
kita menulis, kita tidak berpindah tempat hanya tangan kita saja yang bergerak.
Pada saat kita menulis, kita dikatakan juga sedang bergerak.
Manusia
bergerak berpindah tempat atau hanya menggerakkan bagian tubuhnya saja sesuai
dengan keinginananya. Gerakan tubuh manusia terjadi karena adanya kerjasama antar
tulang dan otot. Tulang tidak mempunyai kemampuan untuk menggerakkan dirinya,
oleh karena itu tulang disebut sebagai alat gerak pasif. Sedangkan otot
mempunyai kemampuan untuk berkontraksi dan berelaksasi sehingga dapat
menggerakkan tulang, oleh karena itu otot disebut sebagai alat gerak pasif.
Sistem muskuloskeletal merupakan sistem tubuh yang terdiri dari otot
(muskulo) dan tulang-tulang yang membentuk rangka (skelet). Otot adalah
jaringan tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energi kimia menjadi energi
mekanik (gerak). Sedangkan rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang
– tulang yang memungkinkan tubuh mempertahankan bentuk, sikap dan posisi. Sistem
muskuloskeletal memberi bentuk bagi tubuh. Sistem muskuloskeletal melindungi
organ-organ penting, misalnya otak dilindungi
oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat pada rongga dada
(cavum thorax) yang dibentuk oleh tulang-tulang kostae (iga).
Selanjutnya dalam makalah ini akan
dibahas secara lebih rinci mengenai patofisiologi gangguan sistem
muskuloskeletal akibat infeksi, degeneratif, trauma dan gangguan metabolik.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
Patofisiologi Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Infeksi ?
2. Bagaimana
Patofisiologi Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Degeneratif ?
3. Bagaimana
Patofisiologi Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Gangguan Metabolik ?
4. Bagaimana
Patofisiologi Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Trauma ?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
Mengetahui Patofisiologi Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Infeksi.
2. Untuk
Mengetahui Patofisiologi Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Degeneratif.
3. Untuk
Mengetahui Patofisiologi Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Gangguan
Metabolik.
4. Untuk
Mengetahui Patofisiologi Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Trauma .
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Patofisiologi
Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Infeksi (Osteomielitis)
Osteomielitis adalah infeksi
tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan
jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap
inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan
tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati) (Kholid Rosyidi: 2013).
Staphylococcus
aurens merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik
lainnya sering dujumpai pada osteomielitis meliputi Proteus, Pseudomonas dan
Ecerichia coli. Pada hakekatnya, osteomielitis dapat
terjadi karena infeksi yaitu masuknya kuman patogen kedalam tulang bisa juga
masuk melalui penyebaran oleh darah. Infeksi pertama dimulai pada methapisi (
bagian tulang di sebelah lempengan
tulang rawan epifisis ). Penyebarannya
dapat disepanjang cavum medularis dan melalui korteks untuk menimbulkan suatu
abses subperiosorum. Akibatnya infeksi tersebut dapat menimbulkan inflamasi
jaringan dan peningkatan vaskularisasi sehingga terbentuk edema menyebabkan
kematian jaringan tulang dan menimbulkan abses pada tulang. Pada perjalanan
alamiahnya, abses dapat keluar spontan, namun yang lebih jarang harus dilakukan
insisi dan drainase oleh para ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya
terbentuk jaringan mati namun seperti pada rongga abses pada umumnya, jaringan
tulang hati ( sequestrum ), tidak mudah mencair dan mengalir keluar, yang
terjadi pada jaringan lunak, terjadi pertumbuhan tulang baru. Patofisiologi meliputi
sebagai berikut :
1. Osteomilitis
hematogen akut.
§ Kuman
masuk ke dalam melium menyebar ke seluruh tulang.
§ Kuman
menuju korteks menembus lapisan korteks timbul abses supreteal keluar melalui
ulkus menoris lalu meluas keseluruh bagian dan bisa menjadi petrel permukaan
kulit.
§ Kuman
masuk ke arah sendi sehingga terjadi arthtritis septik (Kholid Rosyidi: 2013).
2. Osteomilitis
Kronik
Selanjutnya tergantung
pada askemi yang terjadi pada masa akut, bila peredaran darah berkurang masa
osteobala akan meletakkan osteod sehingga peredaran darah tidak terjadi dan
tulang mati mengandung kuman sekuesterum yang akan dibungkus oleh involokrom
yang ditembus oleh saluran untuk keluarnya pus, daerah terselubung ini dapat
menjadi tenang tetapi sewaktu dapat aktif lagi (Kholid Rosyidi: 2013).
PATHWAY
OSTEOMILITIS
B.
Patofisiologi
Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Degenaratif (Osteoarttritis)
Penyakit sendi degeneratif
merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang, dan progresif lambat, yang
seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran dan
degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi.
Proses degenerasi ini disebabkan
oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan unsur penting rawan sendi.
Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik tertentu. Pengeluaran
enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida protein yang membentuk
matriks di sekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan.
Sendi yang paling sering terkena adalah sendi yang harus menanggung berat
badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal
dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa
kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan. Hal ini disebabkan oleh adanya
rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang
digunakannya sendi tersebut.
Perubahan-perubahan degeneratif
yang mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi
infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan
menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik
sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya perubahan metabolisme
sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan
kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi yang
menyebabkan nyeri, kaki kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus.
(Soeparman ,1995)
PATHWAY OSTEOARTHRITIS
C.
Patofisiologi
Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Metabolik (Osteomalasia)
Osteomalasia adalah penyakit metabolisme
tulang yang dikarakteristikkan oleh kurangnya mineral dari tulang (menyerupai
penyakit yang menyerang anak-anak yang disebut rickets) pada orang dewasa,
osteomalasia berlangsung kronis dan terjadi deformitas skeletal, terjadi tidak
separah dengan yang menyerang anak-anak karena pada orang dewasa pertumbuhan
tulang sudah lengkap (komplit).
Ada berbagai kasus osteomalasia yang
terjadi akibat gangguan umum metabolisme mineral. Faktor risiko terjadinya
osteomalasia meliputi kekurangan dalam diet, malabsorpsi, gasterktomi, gagal
ginjal kronik, terapi antikonvulsan berkepentingan dan kekurangan vitamin D.
Tipe malnutrisi ( kekurangan vitamin D)
sering berhubungan dengan kalsium yang jelek terutama akibat kemiskinan, tetapi
memakan makanan dan kurangnya pengetahuan mengenai nutrisi juga merupakan salah
satu faktor. Paling sering terjadi dibagian dimana vitamin D tidak ditambahkan
dalam makanan dan dimana terjadi kekurangan dalam diet dan jauh dari sinar
matahari.
Osteomalasia dapat terjadi sebagai
akibat kegagalan absorpsi kalsium atau kehilangan kalsium yang berlebihan dari
tubuh. Kelainan GI dimana absorpsi lemak tidak memadai sering menimbulkan
osteomalasia melalui kehilangan vitamin D dan kalsium, kalsium diekskresikan
melalui feces dalam kombinasi dengan asam lemak.
PATHWAY OSTEOMALASIA
D.
Patofisiologi
Gangguan Sistem Muskuloskeletal Akibat Trauma ( Fraktur)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan
oleh trauma atau tenaga fisik yang ditentukan jenid dan luasnya trauma.
(Lukman, Nurma Ningsih. 2012).
Tulang bersifat rapuh namun cukup
mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat di serap tulang, maka terjadilah trauma
pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi
karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang di tandai
dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah
putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya.
Proses penyembuhan
tulang
Tulang bisa bergenerasi sama seperti
jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang
yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang.
Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan
tulang yaitu :
1. Stadium
satu – pembentukan hematoma
Pembuluh darah robek
dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin
guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan
fibroblast. Stadium ini berlangsung 24-48 jam dan perdarahan berhenti sma
sekali.
2. Stadium
dua – proliferasi seluler
Pada stadium ini
terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal
dari periosteum, endosteum dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel
yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam
dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadilah proses osteogenesis. Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai,
tergantung frakturnya.
3. Stadium
tiga – pembentukan kalus
Sel-sel yang berkembang
memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang
tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini
dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan
mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang
imatur dan kartilago, membentuk kalus atau bebat pada permukaan endosteal dan
periosteal. Sementara tulang yang imatur anyaman tulang menjadi lebih padat
sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur
menyatu.
4. Stadium
empat – konsolidasi
Bila aktivitas
osteoklas dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar.
Sistem ini sekarang cukup kaku dan mungkin osteoclast menerobos melalui
reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoklas mengisi
celah-celah yang tersisa di antara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah
proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal.
5. Stadium
lima – Remodelling
Fraktur telah di
jembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau
tahun, pengelasan kasar ini di bentuk tulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus menerus. Lamellae yang lebih tebal di letakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak di kehendaki di
buang, rongga sumsum di bentuk dan akhirnya di bentuk struktur yang mirip
dengan normalnya.
PATHWAY
FRAKTUR
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Osteomielitis adalah infeksi tulang.
Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan jaringan lunak
karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya
tekanan jaringan dan pembentukan involukrum.
Osteoarthritis adalah salah satu jenis
arthritis yang paling umum terjadi. Kondisi ini menyebabkan sendi-sendi terasa
sakit dan kaku. Pembengkakan juga dapat terjadi pada sendi-sendi tersebut.
Sendi yang paling sering mengalami kerusakan pada kondisi ini meliputi tangan,
lutut, pinggul, dan tulang punggung. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa
sendi-sendi yang lain juga bisa terserang.
Osteomalasia adalah penyakit metabolisme
tulang yang dikarakteristikkan oleh kurangnya mineral dari tulang (menyerupai
penyakit yang menyerang anak-anak yang disebut rickets) pada orang dewasa,
osteomalasia berlangsung kronis dan terjadi deformitas skeletal, terjadi tidak
separah dengan yang menyerang anak-anak karena pada orang dewasa pertumbuhan
tulang sudah lengkap (komplit).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan
oleh trauma atau tenaga fisik yang ditentukan jenid dan luasnya trauma.
B.
Saran
Makalah
sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sebagai kelompok
mengharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing dan teman – teman sesama
mahasiswa. Selain itu penyakit ini sangat berbahaya dan kita sebagai host harus
bisa menerapkan pola hidup sehat agar kesehatan kita tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Rosyidi
Kholid. 2013. MUSKULOSKELETAL.
Jakarta : CV. TRANS INFO MEDIA
Lukman,
Ningsih Nurma. 2012. ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL. Jakarta : Salemba Medika
Nasar
Made, Himawan Sutisna. 2010. BUKU AJAR
PATOLOGI II (KHUSUS) Edisi Ke-1. Jakarta : CV Sagung Seto
Smeltzer Suzanne, C (1997). Buku Ajar
Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Vol 3. Jakarta. EGC
Mansjoer, Arif, et. al. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius.
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar